ORANG MISKIN DILARANG BERMIMPI BESAR

Oleh : Nurhayati*

Bukankah tak pernah ada orang yang bermimpi lahir jadi miskin, kere, tak punya apa-apa? tetapi gara-gara hal itu banyak orang yang tak diberi hak untuk pintar, cerdas, kreatif, dan inovatif.

Perkenalkan namaku Nurhayati, terlahir dari pasangan bapak Humam dan ibu Saimah pada tanggal 20 September 1996 di dusun terpencil ujung pulau Sumatera. Aku termasuk anak yang pemalu apalagi bila bertemu dengan orang baru. Tanpa disadari, waktu terus berputar meninggalkan kenangan masa kecilku. Ya, sekarang aku resmi menyandang gelar kelas 1 SD. Aku sangat senang sekali akhirnya aku bisa duduk di bangku sekolah dasar. Ini merupakan cita-citaku dari dulu setelah melihat tawa riang bahagia teman-temanku yang masuk TK sebelum masuk sekolah dasar. Sayangnya waktu itu aku tidak sempat mencicipi manisnya pendidikan TK karena faktor ekonomi dan jarak rumah yang jauh dari sekolah. Oleh karena itu, sekarang aku sangat senang sekali bisa memasuki sekolah dasar, mendengarkan pelajaran dari ibu guru hebat bagai pemandu bakat siswanya. Walaupun aku tidak masuk TK, namun bisa dipastikan aku tak kalah cekatan dalam pelajaran  dibandingkan teman-temanku yang masuk TK. Terbukti selama aku bersekolah dasar, aku selalu mendapat peringkat 3 besar. Masa remaja menghampiriku, kini tiba saatnya untuk menggunakan seragam putih biru. Banyak dari teman-temanku yang tak melanjutkan sekolahnya ke jenjang SMP dikarenakan tidak memiliki biaya. Sebenarnya nasib mereka sama sepertiku, tidak memiliki banyak uang, susah untuk melanjutkan sekolah, namun perbedaannya adalah mereka seakan pasrah menerima nasib kemiskinan. Aku sangat beruntung memiliki orangtua seperti ayah dan ibuku karena mereka mengerti arti pentingnya pendidikan buatku. Miris rasanya melihat mereka yang tak melanjutkan sekolah karena harus banting tulang mencari nafkah. Aku sangat ingat sekali apa yang kuucapkan waktu itu, “Saat tiba waktunya aku menjadi orang sukses dan kaya raya, orang seperti merekalah yang akan mencicipi buah kesuksesanku.” Entah itu sebuah kalimat lelucon remaja ingusan sepertiku atau kalimat penghibur untuk diriku kala itu.

Sejak saat itu aku terus-terusan bermimpi ingin menjadi seperti ini, seperti itu karena jika kita tak berani bermimpi berarti kita tak mempunyai cita-cita. Menjadi penulis adalah mimpi terbesarku. Aku sangat mengagumi seorang penulis yang hanya karena goresan penanya mampu membuat semua orang berdecak kagum. Menulis adalah seni yang muncul dari pikiran dan hati. Jika diberi kesempatan, aku ingin bertemu dengan J.K Rowling. Aku ingin meminta tips darinya untuk menulis karya yang bagus. Perlahan-lahan aku mulai mengikuti jejaknya, dari mulai menulis dream note ataupun menulis karangan cerpen. Aku tahu J.K Rowling tak menulis hal seperti itu. Namun sebagai pemula, aku sangat suka membuat cerpen, juga sangat suka membuat puisi namun tak suka membaca puisi. Selama di SMA, aku termasuk salah satu siswa yang berprestasi, terbukti dengan beragam piala yang berhasil ku dapatkan. Dari mulai juara kelas, juara pidato, juara debat hingga juara cerdas cermat. Tidak berhenti sampai disitu, aku juga aktif dalam kegiatan organisasi. Aku pernah menjabat sebagai ketua OSIS di SMA dengan mengalahkan 4 pesaingku. Tahun 2013 lalu, aku mewakili kabupatenku untuk mengikuti pelatihan kepemimpinan pemuda yang diadakan oleh Dispora provinsi Sumatera Utara. Suatu kehormatan bagiku bisa menjadi peserta terbaik dalam pelatihan tersebut. Selain mendapatkan ilmu, aku juga mendapatkan penghargaan terhormat seperti itu. Lagi dan lagi aku bersyukur kepada Allah atas nikmat ini. Suatu hari nanti aku berharap bisa menginspirasi orang lain dengan membuat sebuah buku yang berisi kisah perjalanan hidupku.

Hari terus berganti, kini saatnya bagiku untuk melanjutkan mimpiku. Aku pernah bermimpi untuk menjadi seorang mahasiswa. Sebuah mimpi yang teramat sederhana bagi orang yang memiliki banyak uang. Aku cukup sadar dengan keadaanku. Aku hanyalah anak seorang petani yang dalam kebutuhan sehari-hari pun sulit untuk terpenuhi, lantas bagaimana bisa aku bermimpi seperti itu. Salahkah aku bermimpi? Kucoba bercerita pada keluargaku tentang mimpi itu, tetapi mereka hanya menunjukkan raut wajah sedih, seakan meratapi nasib. Ingin rasanya aku marah, menyesal pernah terlahir dari keluarga miskin tetapi suara adzan menyadarkanku dari nafsu duniawi. Kepada Allah kuserahkan segalanya, kucurahkan semua impian, harapan dan cita-citaku dalam doa-doa malamku. Aku sadar tak seharusnya menyerah dengan keadaan yang membuatku semakin terpuruk, aku harus bangkit dan optimis bisa mewujudkan semua mimpiku. Jika harus bekerja aku akan bekerja demi melanjutkan studiku. Aku telah menjalani pekerjaan sebagai guru les. Penghasilan dari pekerjaan itu lalu aku tabung dan aku kumpulkan untuk biaya kuliahku. Namun sayang, uang tersebut belum cukup untuk memenuhi kebutuhan biaya kuliahku. Aku tahu biaya masuk kuliah pasti sangat mahal. Tetapi, nampaknya Allah mempunyai rencana lain, atas bantuan dari guru-guruku di sekolah, aku resmi mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dan mengikuti program beasiswa mahasiswa berprestasi (BIDIKMISI). Aku sangat optimis lulus dalam seleksi itu. Aku sudah mengambil jurusan sesuai dengan passion ku. Setiap hari aku berdoa supaya Allah senantiasa mengabulkan doa-doaku. Benar kata orang bahwa Allah sangat dekat dengan hambanya yang bersabar. Selama menunggu hampir 1 bulan, pengumuman seleksi pun sudah keluar. Entah ini sebuah mimpi atau nyata, aku lulus dalam seleksi tersebut. Bahkan aku menduduki peringkat pertama dalam seleksi tersebut. Orangtuaku sangat bahagia mendengar kelulusanku. Mereka menangis dan menyebut asma Allah. Akhirnya aku berhasil membuat orangtuaku menangis bahagia. Dalam satu tetesan air mata mereka mengandung jutaan harapan yang lebih lagi dariku. Aku tak akan pernah menyianyiakan kesempatan ini. Ingin rasanya aku membahagiakan kedua orangtuaku, menghapus kisah sedih mereka, dan memberikan garansi kebahagiaan disisa hidup mereka. Aku akan terus belajar dan bekerja cerdas dalam mewujudkan semua mimpiku.

Kini, 1 tahun sudah aku menjadi seorang mahasiswa. Aku sangat bahagia bisa menjadi salah satu bagian sivitas akademi Psikologi USU. Semua perjuanganku selama ini terbayar sudah. Aku sangat ingat waktu penutupan PMB (Penerimaan Mahasiswa Baru), bapak POMDA Psikologi memuji kata sambutanku. Beliau bilang aku mirip Puan Maharani. Baru tamat SMA saja sudah hebat dalam berbicara di depan publik. Tak hanya itu, kebahagiaanku masih berlanjut ketika aku mendapatkan IP cumlaude. Aku akan terus mempertahankan IP-ku, supaya aku dapat melanjutkan kuliah di luar negeri secara gratis. Aku akan berusaha menjadi generasi emas yang membanggakan dengan memutus rantai kemiskinan. Aku akan memotivasi semua orang untuk terus bermimpi besar. Tidak ada bedanya kaya atau miskin selain usaha dari keduanya. Percayalah kesuksesan sangat dekat dengan orang-orang yang selalu mengalami kesulitan. Jadi, masih yakin berhenti bermimpi? Kalau kamu berhenti bermimpi, aku sangat amat menyesal akan meninggalkanmu sendirian dalam angan-angan imajimu. Aku akan terus melangkah kedepan dalam meraih semua mimpi dan cita-citaku. Selamat bertemu di kehidupan kelak wahai para pemimpi besar!

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment