AKU DAN PERJALANAN HIDUPKU

Oleh : Herman Gea*

Sebagian orang mengatakan bahwa hidup itu adalah untuk meraih sukses tetapi dimana sukses itu? Apa mimpi itu?  Tetapi aku yakin dan percaya bahwa suatu saat nanti waktu akan menjawabnya. Cerita pendek ini terinspirasi dari kisah nyata perjalanan hidupku sebagai seorang mahasiswa yang saat ini sedang menyelesaikan Semester II di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

***

“Man” adalah  nama panggilanku. Aku adalah anak ke-7 dari 8 bersaudara dan merupakan anak laki-laki tunggal dalam keluarga. Aku dibesarkan di keluarga yang kurang mampu. Ayah dan Ibuku berprofesi sebagai petani dan kadang-kadang ibuku menjadi buruh upahan di ladang orang demi memenuhi kebutuhan ekonomi sehari-hari. Meskipun  keadaan ekonomi yang kurang mendukung tetapi hal ini tak pernah mematahkan semangatku untuk bersekolah.

Kisah perjalanan hidupku dimulai sekitar 19 tahun yang lalu. Saat usiaku 1 tahun 6 bulan aku dan saudara-saudara perempuanku yang lainnya dibawa oleh orang tuaku pergi meninggalkan Pulau Nias untuk merantau di Tanah Karo Provinsi Sumatera Utara. Alasan kami pindah dari dari kampung halaman karena menyimpan duka yang sangat mendalam. Hingga akhirnya orang tuaku memutuskan untuk tinggal dan menetap di suatu desa terpencil di Kabupaten Karo yang bernama Desa Sigedang. Setelah usiaku 7 tahun orangtuaku menyekolahkanku di salah satu SD di Kota Kabanjahe. Disana aku tinggal bersama kakakku nomor dua yang telah menikah dengan orang Kabanjahe. Alasanku tinggal bersama mereka karena pada saat itu tidak ada SD di desa tempat tinggal orang  tuaku.

Pagi itu terlihat beberapa kendaraan lalu lalang di jalan raya kota mungil itu. Hari ini adalah merupakan hari pertama aku bersekolah di sekolah baruku. Hawa yang dingin begitu terasa menerpa seluruh tubuhku seakan-akan menandakan musim dingin akan tiba. Aku memandang sambil melangkahkan kaki kecilku dan melihat dari jauh sebuah gedung sekolah yang begitu ramai yang dipadati oleh anak-anak yang berpakaian seragam merah putih layaknya para pahlawan kecil yang siap untuk berjuang. Aku dan kakakku terus berjalan melangkahkan kaki hingga tiba di depan sekolah itu .

“Ayo, ayo…! Cepat, cepat….!” teriak satpam yang hendak menyeberangkan anak-anak sekolah, sebagian didampingi oleh orang tua mereka. Aku bersama kakakku ikut diseberangkan oleh pak satpam pula. Kami langsung memasuki gedung sekolah itu. Setelah beberapa menit kemudian terdengar suara ‘’Teng…teng….teng…!!!’’ bel berbunyi menandakan upacara bendera akan segera dimulai. Setelah upacara bendera selesai aku dan teman-teman yang kusebut pahlawan kecil lainnya diarahkan masuk ke dalam ruangan kelas. Setelah selesai sekolah aku pulang bersama kakakku yang sudah lama menantiku di sudut sekolah sederhana itu.

Hari-hariku kulalui dengan keceriaan selama satu  tahun aku tinggal bersama keluarga abang iparku.  Suatu hari yang pahit bagiku dimana sekolahku kandas di tengah jalan  karena ibuku yang tiba-tiba sakit parah dan diopname di RSU Adam Malik Medan selama kurang lebih 2 bulan. Setelah ibu sembuh dan kembali ke kampung aku tinggal bersama abang iparku yang pertama untuk bersekolah kembali ke Sekolah Dasar yang baru yang kebetulan juga mereka tinggal dan menumpang di rumah abang iparnya  di Medan.

Selama kurang lebih satu tahun aku bersekolah dan tinggal bersama abang iparku, namun sekolahku terpaksa berhenti kembali ketika ujian  kenaikan kelas III karena abang iparku bertengkar hebat dengan kakak perempuannya dan kami diusir dari rumah mereka. Setelah orang tuaku mengetahui hal ini mereka sangat kecewa dan langsung memindahkanku ke Sekolah Dasar yang baru lagi yang ada di kota Kabanjahe dan diterima di kelas II SD kembali. Namun mungkin sudah nasibku lagi-lagi sekolahku kandas dan berhenti di tengah jalan. Selama 2 tahun aku tidak bersekolah karena banyak masalah yang terjadi di dalam keluarga kami. Selama itu juga aku menjadi anak yang bandel dan sering melawan orang tua hal ini aku lakukan sebagai pelampiasan kekecewaanku karena keinginanku yang begitu besar untuk sekolah.

Suatu hari terdengar kabar yang menggembirakan bagiku dimana abang iparku yang pertama mengusulkan supaya aku dapat sekolah kembali dan tinggal bersama mereka. Ketika kembali sekolah dan diterima sebagai murid pindahan di sekolah yang baru, aku sering dihina, diejek dan dibully oleh teman-teman SD-ku karena badanku yang tinggi dan kurus yang mereka sebut sebagai “Jerapah”  ditambah usiaku yang sudah terlambat untuk usia SD. Hal ini tidak membuatku patah semangat,aku tetap semangat menjalani hari-hariku walaupun sedikit menyakitkan.

Tetapi pengalaman yang sangat menyedihkan ini sungguh bermakna bagiku hingga aku menyelesaikan pendidikan di bangku SD di kota itu dan dinyatakan lulus pada tahun 2008 dengan nilai akademik yang baik. Setelah LULUS dari bangku SD aku melanjutkan sekolahku ke salah satu SMP Negeri  di kota yang terdapat Tugu Adipura itu.

Di hari pertama aku bersekolah di bangku SMP, Senin pagi itu aku berjalan mengayunkan kakiku menuju sekolah baruku dengan semangat dan penuh harapan yang baru. Di pucuk dedaunan aku melihat  masih bergelayutan embun nan segar yang malu-malu untuk pergi meninggalkan tempatnya. Angin pagi yang dingin dan raja siang yang mulai menunjukkakn wajahnya seakan-akan ingin mengucapkan selamat datang kepada kami muri-murid yang baru.

 Hari berganti bulan, bulan berganti tahun tiada kata menyerah bagiku untuk tetap sekolah meskipun pada masa itu begitu banyak hambatan yang aku hadapi baik di sekolah maupun di luar sekolah. Ayah dan ibuku yang sudah tua dan sering sakit-sakitan selalu kujadikan sebagai motivasi untuk tetap semangat sekolah demi membahagiakan mereka kelak. Setelah menuntut ilmu kurang lebih 3 tahun di bangku SMP  aku dinyatakan lulus  pada tahun 2011. Setelah itu aku  melanjutkan pendidikanku ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di salah satu SMA swasta yang ada di kota penghasil sayur mayur dan jeruk manis itu.

            Hari itu adalah hari pertama aku sekolah di bangku SMA dengan bangganya memakai seragam putih abu-abu yang selama ini aku impikan akhirnya terwujud. Dengan perlahan tapi pasti aku terus berjalan menuju gedung sekolah bertingkat 3 itu. Tiba-tiba dari belakangku terdengar klakson sepeda motor “Tit…..Tit….Tit…” seketika memecahkan lamunanku. sambil menyapaku, “Duluan Gea…” katanya. “Ok, Ok! Lanjut Mel…!!!” jawabku sambil mengarahkan jempol kanan ke arahnya. Dia Melisa, cewek tomboy teman SMP-ku yang ternyata juga mendaftar di SMA yang sama. Aku tidak terlalu kompak dengannya tetapi kami saling mengenal.

Setelah satu bulan berlalu menuntut ilmu di sekolah itu aku mengikuti sebuah organisasi PASKIBRAS di sekolah. Latihan rutin PASKIBRAS pun aku ikuti. Disitulah aku  mendapatkan begitu banyak pengalaman dan memiliki banyak teman di dalamnya.

Pada suatu hari aku jatuh hati kepada salah satu senior cewek tercantik  di organisasi tersebut. Mungkin bahasa kerennya Cinlok (Cinta Lokasi) hingga pada akhirnya kami pun jadian. Dia adalah cinta pertamaku. Tetapi hubungan kami hanya berjalan selama 6 bulan karena  ada cowok yang lain yang mulai singgah di hatinya  sehingga aku cemburu dan memutuskannya. Seminggu kemudian aku mendengar kabarnya bahwa dia telah menikah dengan laki-laki yang menjadi pilihannya. Sejak saat itu kami tak pernah berkomunikasi lagi dan berakhirlah kisah cintaku di masa putih abu-abu.

Setelah beberapa bulan kemudian aku pun naik ke kelas XI dengan nilai akademik yang memuaskan. Hari-hari kujalani terasa semakin sulit karena  terkadang terlambat membayar uang sekolah karena kondisi ekonomi yang lemah dimana kadang-kadang orang tuaku tidak mengirim biaya sekolahku. Melihat hal ini aku berusaha sendiri mencari uang dengan cara memanfaatkan  hari libur untuk mencari biaya sekolahku seperti menjadi buruh upahan di ladang orang atau dalam bahasa Karo disebut Aron. Bahkan menarik becak dayung pernah aku jalani beberapa bulan untuk membiayai sekolahku. Hingga pada akhirnya setelah menuntut ilmu selama kurang lebih 3 tahun di bangku SMA akhirnya aku dinyatakan lulus pada tahun 2014.

Setelah mengenyam pendidikan selama kurang lebih 9 tahun di bangku sekolah, aku disarankan untuk segera menikah oleh kedua orang tuaku dengan alasan ingin mendapatkan cucu dan merawat mereka yang sudah di usia senja. Tapi pilihan ini begitu berat bagiku tetapi disisi lain adalah tanggung jawabku sebagai anak tunggal  laki-laki. Dimana dalam tradisi adat suku Nias yang bertanggung jawab menjaga dan merawat orang tua ketika sudah tua adalah anak laki-laki. Hari itu aku hanya bisa membisu karena begitu banyak tekanan dan paksaan dari orang tua dan saudara-saudaraku agar aku segera menikah dengan seorang gadis yang telah mereka pilih untuk dijadikan sebagai calon istriku.

Tuhan seakan mengetahui keinginanku, aku dinyatakan Lulus SNMPTN di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dan diterima sebagai mahasiswa program BIDIKMISI. Keputusanku sudah bulat, aku memilih untuk melanjutkan pendidikanku. Aku harus menerima resiko dari semua ini. Aku harus memikul dan menghadapi ketakutan dari orang tua dan saudara-saudaraku, serta beban hidup yang akan aku hadapi sendiri di dunia perantauan ini. Dengan bekal semangat juang dan impian sukses, aku memberanikan diri untuk menghadapi badai kehidupan ini. Karena aku yakin impianku berada 5 cm di depanku.

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment