Penyuruh
Mulutnya sibuk membagi tugas,
tangannya bersih, bajunya kemas.
Ia duduk megah di kursi tenang,
sementara yang lain berkeringat di medan perang.
Penyuruh, raja tanpa tahta,
suaranya lantang, tindakannya tiada.
Tiap pagi memberi arahan,
tapi dirinya hilang saat dibutuhkan.
Ia tahu semua cara bekerja,
tapi tak pernah mencoba melakukannya.
“Kerjakan ini! Selesaikan itu!”
Lalu ia pergi, seolah tak ada urusannya di situ.
Penyuruh bicara soal disiplin,
padahal jam bekerjanya seperti angin.
Ia menuntut cepat, rapi, dan sempurna,
tapi lupa cermin untuk melihat dirinya.
Di dunia yang ramai oleh suara,
kerja nyata kadang dikalahkan oleh gaya.
Dan penyuruh pun merasa berkuasa,
tanpa sadar dirinya sekadar cerita.