Puisi ~ Dalam Sunyi Musim Panas

Dalam Sunyi Musim Panas

Selamat pagi, untukmu
yang datang dari lipatan waktu,
membawa aroma buku tua,
dan langkah ringan yang menggetarkan lantai
rumah batu.

Kau hadir seperti musim semi yang lupa tanggal,
menggugah tanah hatiku yang lama tidur,
tanpa suara, tanpa aba-aba,
hanya dengan tatapan yang bertanya tapi tak pernah memaksa.

Aku mengagumimu dari sela tirai pagi,
dari jarak yang nyaris
tapi tak cukup dekat untuk disebut keberanian.

Namamu tersangkut di tenggorokanku,
bersama tanya yang terlalu sunyi untuk diucapkan:
Apakah kau merasakan hal yang sama?

Hari-hari kita dipintal oleh cahaya yang menggantung lama,
matahari tak pernah tergesa pergi,
seolah memberi kita waktu untuk saling membaca
tanpa terburu mengucapkan satu pun kata cinta.

Tiap senyum darimu adalah kode yang tak mampu kuterjemahkan,
dan sikapmu hangat tapi menjauh,
membuatku ragu,
apakah ini hanya aku,
atau kita berdua yang pura-pura tak tahu.

Namun, suatu malam yang yang hangat,
kau berhenti di bawah jendela kamarku,
dan menyebut namaku dengan nada yang tak
pernah aku bayangkan
akan menjadi rumah bagi seluruh kegelisahanku.

Lalu semuanya berubah.

Kita menulis kisah dalam bisu:
di sela batu, di air mancur,
di malam-malam yang menggigil oleh rahasia,
dan di pelukan yang tak berani bernama.

Namun waktu, seperti kita, tak pernah bisa menetap.
Musim pun lelah menahan panas yang terlalu indah,
dan saat kau pamit,
langit ikut kehilangan warna.

Kini, hanya embun pagi yang tahu
aku masih menitipkan salam padamu
di antara dedaunan,
di udara yang diam-diam masih menyimpan suaramu.

Aku menyayangimu
dalam diam,
dalam puisi,
dalam sisa musim panas yang tak pernah benar-benar pergi.

.

Cipt: Ahmad Zubeir Rangkuti

Project: Musim Gugur

Leave a Comment