Puisi – Titik Terlemah

Titik Terlemah

Di antara senyum yang kupasang setiap pagi,
ada reruntuh di balik dada yang sunyi.
Langkahku mantap di mata dunia,
padahal di dalam jiwa,
aku nyaris tak punya daya.
.
Semua tampak indah di bingkai luar mimpi.
Namun siapa sangka, di balik meja yang rapi,
bersemayam racun dari lidah-lidah iri.
Fitnah datang tanpa diundang,
kezaliman menetes perlahan,
jadi luka tak berdarah.
.
Aku diam, sebab membalas hanya menambah parah,
aku sabar, meski hatiku patah.
.
Sementara di rumah,
ada badai kecil yang tak bisa kutenangkan.
Aku ingin jadi pelindung,
namun tanganku masih terlalu lemah untuk menahan hujan.
.
Semua bilang aku bahagia,
ya, barangkali karena aku pandai berpura-pura.
Padahal, di dada ini,
ada desir kecil yang terus berbisik lirih:
“Bangkitlah… meski tak tahu dari mana harus memulai.”
.
Dan di titik terlemah inilah aku belajar,
bahwa kekuatan bukanlah tentang tak pernah runtuh,
melainkan berani menatap retak,
dan tetap berdoa,
meski dengan suara yang nyaris habis.

.

Cipt: Ahmad Zubeir Rangkuti

Leave a Comment