SEORANG PEMIMPI YANG MENCARI ARTI PERJUANGAN

Oleh : Teguh Subiantoro*

“Perjuangan, apa itu perjuangan?”

Kata orang aku tidak mengerti apa itu arti perjuangan. Alasannya sepele. Hanya karena aku berhasil masuk salah satu Universitas negeri melalui jalur undangan. Setiap kali aku mencoba memberi semangat kepada kawan-kawanku yang belum dapat memasuki kampus pilihannya, mereka selalu menatapku dengan tatapan yang seakan-akan menyiratkan, “Kamu sih enak, udah diterima di Universitas”.

Hari-hari itu kemudian berlalu dengan cepat. Satu per satu dari ribuan bahkan jutaan pelajar yang baru saja menyelesaikan pendidikannya di bangku SMA kini telah menyandang gelar mahasiswa, suatu gelar yang tidak main-main tanggung jawabnya, suatu gelar yang di pundak merekalah harapan-harapan rakyat Indonesia dititipkan.

Kabar baik pun mulai berdatangan di telingaku, banyak sekali cerita yang menggambarkan perjuangan menuju bangku kuliah  dari teman-teman sebaya. Mulai dari perjuangan mereka mengikuti beberapa tes dan beberapa kali penolakan, berapa banyak nominal rupiah yang harus dikeluarkan, lelahnya bolak-balik keluar kota demi mengikuti tes yang bertahap-tahap, mengurus berkas ini-itu, hingga akhirnya mereka kini dapat menikmati status sebagai mahasiswa. Ya, menikmati. Setidaknya begitulah perasaan lega yang mungkin dirasakan oleh kebanyakan mahasiswa baru, apalagi setelah perjalanan panjang yang dilewatinya. Sebelum akhirnya mereka menyadari bahwa gelar mahasiawa bukanlah sekedar gelar yang bisa dinikmati, namun juga harus dipertanggungjawabkan.

***

Sekilas tentang aku, aku adalah seorang mahasiswa yang terlanjur dicap sebagai seseorang yang tidak tahu arti perjuangan karena memang dalam hidupku terlalu banyak keberuntungan yang datang menghampiri. Tentu aku mensyukuri hal ini, meski memang sesungguhnya tak ada keberhasilan yang mampu dicapai tanpa usaha. Terlepas dari keberuntungan-keberuntungan yang telah aku dapatkan selama ini, aku memiliki sebuah harapan besar yang hingga kini belum mampu kuwujudkan. Tidak dapat dinafikan bahwa keberuntungan dan kemudahan-kemudahan yang banyak kuterima selama ini justru membuatku terbiasa menjadi pribadi yang bukan pekerja keras dan lebih mengandalkan keberuntungan.

Hingga suatu hari aku mulai berpikir, “Bagaimana jika sebenarnya aku ditakdirkan untuk menjadi orang yang besar namun usahaku tak cukup besar untuk dapat mencapai takdirku itu?”, pertanyaan inilah yang senantiasa memacuku untuk tidak lupa selalu berusaha menjemput keberuntungan-keberuntunganku yang lain.

***

Jika dilihat dalam hal kebangsaan, bisa dibilang aku ini adalah seorang awam yang sangat mencintai negerinya. Jujur saja, kalau ditanya tentang kondisi politik, hukum, maupun perekonomian yang ada di negara ini aku tidak begitu paham, tetapi ada satu hal yang sejak dahulu menjadi kajian pribadi antara aku, hatiku, dan pikiranku, yakni pendidikan. Tak jarang aku melihat acara dan berita di televisi yang menceritakan tentang kondisi pendidikan di Indonesia yang carut marut. Rasanya integritas di negeri ini sudah tidak ada harganya lagi ketika kudengar pelajar-pelajar melakukan kecurangan saat menjalankan Ujian Nasional dan bahkan beberapa sekolah tidak ambil pusing akan hal tersebut. Bagaimanapun juga, kejadian seperti itu tak mampu menutup mataku dari acara-acara yang mengisahkan tentang perjuangan para pelajar yang berada di pelosok sana yang untuk menuju ke sekolah saja butuh waktu berjam-jam juga tempat yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar tidak layak. Siapa yang hatinya tidak miris melihat kondisi negeri yang bibit-bibitnya seperti ini. Sungguh disayangkan jika tersedianya sarana pendidikan yang memadai tidak dibarengi dengan moral yang baik dan semangat belajar yang tinggi dan begitu pula sebaliknya, jika semangat yang tinggi tidak disertai dengan tersedianya sarana pendidikan yang memadai.

***

Setiap orang punya harapan bukan? Ya, begitu juga denganku. Aku adalah seorang pemimpi yang memimpikan untuk tinggal di sebuah negeri yang damai, makmur, dan sejahtera. Tapi entah mengapa rasanya hatiku belum damai meninggali tempat seindah ini, sebuah negeri penuh kemolekan alam bernama Indonesia. Rasanya ada yang kurang tiap kali kulihat indahnya persawahan tapi asap pabrik dimana-mana, tiap kali kulihat pegunungan cantik di sebelah barat dan timur desaku tapi air bah menelan lebih dari setengah ibu kota, ketika kulihat senyum seorang ibu yang dicium tangannya oleh anaknya setiap akan pergi ke sekolah tapi kerusuhan antarmanusia tak kunjung reda. Entahlah, mungkin aku yang terlalu naif.

Guna mewujudkan sebuah negeri yang nyaman untuk ditinggali tentu masih banyak hal yang perlu dibenahi dan aku memilih untuk berusaha berkontribusi dalam bidang pendidikan. Aku menyadari bahwa tugas kami sebagai mahasiswa adalah untuk mengabdikan diri bagi bangsa dan menjadi jembatan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam mewujudkan cita-citanya. Aku sadar betul, bahwa aku berada di bangku kuliah bukan sekedar ingin menggapai cita-cita pribadiku tapi dalam rangka mewujudkan cita-cita banyak orang di negeri ini. Aku tak pernah lupa dengan Mars Mahasiswa dan lagu Indonesia Raya yang senantiasa berkumandang beriringan dengan teriakan “Hidup mahasiswa, hidup rakyat Indonesia!” ketika pertama kali aku merasakan nikmatnya menjadi mahasiswa, sungguh aku tak pernah lupa.

***

Lantas, apakah itu yang disebut dengan perjuangan. Apakah perjuangan itu tentang lelahnya berusaha memasuki sebuah perguruan tinggi, apakah perjuangan itu tentang mereka yang tak pernah berhenti mengejar mimpi-mimpi, ataukah perjuangan itu adalah tentang cara kita berterima kasih kepada Tuhan atas segala sesuatu yang saat ini telah kita miliki?. Sudah selesaikah perjuangan kita setelah berhasil memasuki kampus idaman? Jadi, biarkan aku, seseorang yang tidak tahu arti perjuangan ini untuk terus berjalan perlahan-lahan berusaha mewujudkan cita-cita bangsanya, hingga suatu saat ia mengerti apakah itu yang disebut perjuangan.

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment