THE ANGEL IN MY EDUCATION AKU, BIDIK MISI DAN TANGGUNG JAWABKU

Oleh : Sarmainim Sinaga*

AKU,

Aku, namaku adalah SARMAINIM SINAGA, dan dipanggil dengan sebutan Sarma. Kata Bapak artinya diambil dari suatu musim ketika kelahiranku yaitu saat musim buah  kemiri mulai hebat. Dimana buah-buahnya akan berjatuhan dan berserakan kemana-mana. Dalam bahasa kami –Simalungun – disebut dengan Sar yang artinya memencar kemana-mana. Jadi namaku ini berarti “tersebarlah seperti yang kau inginkan”. Aku lahir pada 20 Mei 1994 disebuah kampung terpencil yang sampai saat ini masih menjadi domisili tetapku, nama kampungku adalah Pulibuah, di pedalaman Kabupaten Simalungun, Kota Pematang Siantar, yaitu 6 jam dari Kota Medan. Disanalah rumah kecil kami berdiri. Di dalamnya terdiri dari Bapak, Mama, serta aku dan saudara-saudaraku. Kami 8 bersaudara, 4 perempuan dan 4 laki-laki. Aku adalah anak ke-6 dan anak perempuan paling kecil, jadi aku agak manja namun pengertian.

Aku tidak merasakan bangku Taman Kanak-kanak. Aku sekolah di SD Negeri No. 095231 Rayakahean, SMP Negeri 1 Rayakahean, SMA Negeri 1 Rayakahean. Semasa SD aku selalu dapat juara 1 sampai juara 3, dan setiap semesternya jadi penerima beasiswa tetap sejumlah Rp60.000 saat itu. Saat SMP nilaiku menurun, terkadang hanya dapat 10 besar. Aku selalu berusaha mendapat beasiswa, namun tidak pernah dapat karena di SMP guru-gurunya lebih mendahulukan orang-orang yang masih saudara dengan mereka. Di SMA aku mulai berjuang lagi, dengan selalu berusaha dalam peringkat 3 besar. Selama aku menjalani sekolah SD hingga SMA, aku tidak pernah belajar praktek komputer, kami hanya belajar teori tentang TIK. Hanya ada dua unit komputer, itupun yang terdapat di ruang tata usaha.

Cerita tentang keadaan hidup, keluarga kami sangatlah sulit. Semua itu bertumpu pada kelakuan Bapak yang kurang baik. Bapak kami adalah seorang pemabuk, raja judi, main togel, malas bekerja, suka berkelahi kalau sedang mabuk, tidak peduli pendidikan ataupun keperluan anak-anaknya. Yang paling kejam adalah Bapak mau memukuli mama. Padahal Mama kami adalah mama yang sangat sempurna untuk selamanya, tidak pernah mengeluh terhadap kami anak-anaknya. Dengan keadaan Bapak yang seperti itu, keadaan dan perlengkapan dalam rumah kamipun hanyalah seadanya, bahkan listrik baru masuk ke rumah saat aku duduk di kelas 1 SMA, itupun masih menyambung dari tetangga hingga saat ini. Meskipun terkadang kami ingin mengumpulkan uang bersama untuk memasukkan listrik langsung ke rumah, namun tidak terwujud karena Bapak lebih senang jika uang itu langsung diberikan kepadanya, apalagi kalau tidak untuk berfoya-foya.

Dari semua keadaan ini, kamipun harus bisa mandiri sejak dini tanpa mengharap banyak pada Bapak. Seperti kakak-kakakku yang mencari orang tua asuh sendiri ke Medan, berharap untuk bisa disekolahkan dengan bekerja di rumah keluarga tersebut, dan itupun terkabul. Begitu juga denganku, sejak SD aku sudah mulai mencari uang jajan dengan mencuci piring  para tetangga dengan upah Rp 3.000, karena di SD aku hanya dapat uang jajan di hari Selasa dan itupun hanya  Rp 500 dan di kelas 6 aku sudah dipercayakan oleh Mama untuk belanja keperluan dapur ke pajak yang harus ditempuh dengan angkot, dan hanya ada di hari Senin. Mama tidak mungkin sempat jika sepulang kerja dari ladang. Di SMP aku mulai mencuci kain dan piring para tetangga dengan upah Rp 5000 sampai Rp 10.000  karena di SMP aku hanya diberi ongkos pas-pasan dan uang jajan Rp 500\hari kecuali hari Selasa sebanyak Rp 1000.

Di SMA karirku cukup meningkat. Para tetangga sudah percaya untuk memberikan pekerjaan lain yang memungkinkan untuk dilakukan sepulang sekolah atau hari libur seperti mencuci piring dan kain, kerja di ladang, mencangkul, membabat, dan menjaga anak-anak balita mereka jika mereka sedang sibuk. Terkadang aku dapat upah dari Rp10.000 sampai Rp50.000. Dengan inilah aku bisa membantu sekolahku dan kebutuhanku yang semakin bertambah karena setiap harinya Bapak hanya memberiku uang ongkos dan jajan Rp1000 saja. Aku hanya bisa membeli seragam baru saat kenaikan kelas, itupun dengan uang sendiri, namun inilah hidupku.

Senandung SMA seharusnya adalah saat yang indah dan asyik untuk dijalani, dimana seharusnya aku sudah mulai bergaul dengan pemuda-pemudi disekitarku. Tapi untuk itupun aku merasa malu, hanya karena mengingat kelakuan Bapakku yang terkadang membuat keributan di tengah malam, mabuk, bahkan bawa parang. Aku hanya bisa menangis sambil menjaga mama supaya tidak sampai tersakiti atau terpukul oleh Bapak, sedangkan dua adik laki-lakiku yang masih kecil menangis di balik selimut sambil berbaring karena ketakutan, itulah hal-hal menyedihkan yang sering kami alami, sehingga membuatku merasa minder pada teman-teman disekitarku, bahkan saat seorang cowok mendekatiku aku langsung menolak halus dengan menjelaskan semuanya agar ia mengerti keadaanku saat itu, dan iapun mengerti karena aku ingin meraih cita-citaku dengan kesempatan yang BIDIKMISI berikan untukku.

Senandung SMA juga seharusnya menjadi tempat untuk bermimpi menuju ke Perguruan Tinggi Negeri dalam meraih cita-cita, tapi saat itu pupus saat Bapak bilang  tidak mungkin, karena untuk SMA saja susah apalagi kuliah. Rencananya setelah lulus SMA aku lebih baik bekerja ke Malaysia, meskipun dalam hati berteriak tidak setuju. Kukatakan kepada Bapak pokoknya aku harus tetap kuliah. Aku tidak mau menyia-nyiakan masa depan dan masa mudaku untuk mencari uang saja. Aku masih perlu menjalani hidupku dan menikmati masa mudaku dengan penuh kebahagiaan serta meraih cita-citaku, terlebih untuk membahagiakan dan mengubah nasib keluargaku menjadi lebih baik. Aku juga ingin membagi dan memanfaatkan pengetahuanku untuk lingkungan dan terlebih untuk negaraku Indonesia.

My Angel “BIDIKMISI”

Pada suatu hari, sebelum Ujian Akhir Sekolah, sekolah kamipun kedatangan surat berisikan informasi tentang BIDIKMISI yang bisa dibilang merupakan jalur beasiswa pertama untuk sekolah kami yang masih berada di daerah pedalaman. Para gurupun memberikan pengumuman itu untuk siswa pemegang peringkat 10 besar, bagi yang berminat supaya segera datang dan mendaftar serta mengumpulkan semua persyaratan. Akupun tertarik dan mengikuti seleksi itu, aku mengumpulkan semua berkas-berkasku dan mendaftar dengan uangku sendiri tanpa memberitahu orang tuaku. Pengumuman seleksipun datang pada saat hari terakhir ujian nasional, dan namaku adalah nama yang pertama diantara 7 nama yang lolos. 

Aku memberitahu orang tuaku, akupun minta tolong pada Bapak untuk mau meminjamkan uang pada saudara supaya aku bisa bimbingan belajar di Medan, hingga akhirnya Bapak mau membantu. Aku pergi ke Medan untuk bimbingan dan mendapat diskon Rp500.000,00 karena masuk peringkat 5 besar disekolah. Kemudian, setelah dua bulan berlalu ujian SNMPTN 2012 dimulai, hingga waktu pengumumanpun tiba. Abangku tiba-tiba menelepon dan mengatakan bahwa aku lulus seperti apa yang dibacanya di koran. Saat itu aku menangis bahagia sambil bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa yang sangat baik, hanya dua orang yang lulus dari ketujuh yang terseleksi dari SMA kami. Aku lulus di Biologi FMIPA USU dan temanku lulus di UNIMED.

Akupun mulai ngekos di Padang Bulan dengan harga 1 kamar 4 juta untuk 3 orang. Aku sengaja mencari 2 orang teman sekamar supaya lebih ringan. Di semester 1 sebelum uang BIDIKMISI cair, di saat praktikum yang kami jalani juga banyak dengan bahan-bahan praktikum yang harus dibeli dan mahal, akupun harus benar-benar irit dengan uang simpanan yang tidak seberapa dari sisa tabungan SMAku karena sepeserpun orang tuaku tidak ada memberi uang. Di saat itulah aku sempat merasakan kenyataan dari kehidupan, dimana aku harus makan nasi dengan berlauk garam saja. Aku makan sambil menangis tetapi masih bersyukur dalam hati masih bisa makan. Sebenarnya aku bisa minta bantuan kalau soal makanan dengan cara datang ke rumah kakakku, namun apa boleh buat, Biologi sangatlah pelit dengan waktu karena banyaknya praktikum, dan akhirnya jadilah seperti itu.

Setiap BIDIKMISI cair, aku selalu membeli satu barang penting untuk kuliahku seperti notebook bekas untuk mengetik laporan praktikum, printer dan buku BIOLOGI. Saat libur semester genap, yaitu libur panjang selama 1 atau 2 bulan, aku selalu bekerja untuk menambah uang kos. Aku mendapat gaji sebesar Rp 800.000 untuk 1 bulan, ditambah dengan uang BIDIKMISI akhirnya aku bisa melunasi uang kosku dan keperluan praktikum Biologi kami yang begitu luar biasa, sangat menyita waktu sampai malam serta banyak menghabiskan uang. Tapi aku bersyukur ada di Biologi yang begitu penuh dengan tantangan dan petualangan.

Pengalaman yang sangat menyedihkan adalah saat aku pertama masuk ke BIOLOGI, saat kami diminta untuk membayar uang baju lab, saat itu uang BIDIKMISI belum cair, akupun menangis tersedu-sedu di depan semua teman-temanku tanpa bisa berkata-kata, dan begitu baiknya dan pengertiannya mereka, mereka semua langsung mengumpul uang untuk membantu membayar baju labku, akupun terharu sambil lebih menangis lagi, karena menyadari begitu bersyukurnya aku telah memiliki mereka semua, yaitu keluarga baruku di Biologi.

CITA-CITAKU

            Cita-cita terbesarku sampai saat ini adalah Mama, membahagiakan mamaku yang selama hidupnya terus menderita karena Bapak. Aku akan terus belajar agar aku cepat wisuda dengan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan yang telah diberikan oleh malaikatku, BIDIKMISI.  Meskipun sampai sekarang aku tidak pernah mendapatkan uang tambahan dari orang tuaku, meskipun aku terkadang iri mendengar cerita-cerita dari teman-temanku yang selalu dikirimi uang yang banyak,  jika habis bisa langsung diminta kepada orang tua mereka lagi tanpa mengeluh. Terkadang aku bertanya-tanya di dalam hatiku, mengapa harus aku yang ada pada posisi ini, mengapa aku tidak lahir dalam keluarga yang berada seperti mereka, namun saat aku mengeluhkan hal itu, disitu jugalah Tuhan memperlihatkan orang-orang yang keadaannya masih kurang beruntung dan yang lebih membutuhkan dari pada aku. Jadi aku harus lebih mensyukuri segala yang telah Tuhan percayakan untukku, sebab semua pasti indah pada waktunya.

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment