AKU DAN STUDIKU

Oleh : Sawaluddin*

Di usia lima tahun, aku mulai mengarungi dunia pendidikan. Di usia itu, pertama kalinya aku secara resmi menginjakkan kakiku dibangku Sekolah Dasar. Sebenarnya, aku sudah mulai bersekolah semenjak usiaku empat tahun. Tetapi, berdasarkan peraturan pemerintah kala itu usia tersebut belum berhak untuk duduk di bangku SD. Pada saat itu di daerahku belum terdapat sekolah TK. Maklumlah, aku tinggal di sebuah desa terpencil yang berada di pesisir. Namun, karena minatku yang begitu tinggi terhadap sekolah, membuat orang tuaku terpaksa berusaha mencari cara agar tetap bisa bersekolah. Dan akhirnya perjanjian dibuat antara orang tuaku dengan Kepala Sekolah supaya aku hanya dihitung sebagai ‘anak bawang’. Itu artinya, aku tidak diperkenankan untuk naik kelas. Dan di saat itu jugalah tahun lahirku berubah. Hal itu disebabkan karena untuk bisa duduk di bangku SD, harus mencapai usia minimal enam tahun. Oleh karena itu kembali dibuat kesepakatan agar usiaku digenapkan. Sehingga sampai saat ini, usiaku “dituakan” satu tahun, yang awalnya 1998 menjadi 1997. Dan tentu saja aku tidak mengetahui perkara ini, maklum usiaku masih begitu belia untuk mengetahui MoU seperti ini.

            Enam tahun itu telah berhasil aku lalui, aku berhasil menyelesaikan sekolah pertamaku. Beberapa prestasi manis pernah aku torehkan untuk sekolahku. Dalam prestasi pribadi, aku mendapat peringkat pertama yang dimulai ketika aku duduk dikelas tiga hingga ke kelas enam. Untuk sekolahku, aku pernah tiga kali menjadi perwakilan sekolah, dua dalam ajang Olimpiade Sains Nasional (OSN) dan sekali saat Lomba Cerdas Cermat (LCC). Aku hanya berhasil satu kali membawa sekolahku keluar sebagai pemenang di kejuaraan OSN tingkat kecamatan. Kala itu, aku menjadi juara kedua.

            Pendidikanku pun berlanjut, aku memulai petualangan baruku dengan melanjutkan studiku. Di daerah yang masih begitu asing bagiku, aku masuk ke sekolah dan lingkungan yang baru. Ya, sejak SMP aku mulai merantau untuk terus melanjutkan sekolahku. Tak terasa tiga tahun telah aku lalui di ranah orang. Prestasi yang aku torehkan belum terbilang gemilang. Aku hanya mampu menjadi juara kelas saat masih berada di kelas satu SMP selama dua semester. Selanjutnya, aku hanya sanggup mengekor dibelakang temanku di peringkat kedua. Untuk perlombaan di luar sekolah, raihanku juga tidak cukup memuaskan setelah hanya mampu menjadi peringkat sembilan di ajang OSN tingkat Kabupaten.

            Tiga tahun silam aku baru saja memulai sekolahku. Di sekolah yang baru namun di lingkungan yang sama seperti tiga tahun sebelumnya. Saat itu aku bertekad untuk dapat memperbaiki prestasiku. Akhirnya, buah dari kegigihan dan kerja keras yang disertai dengan do’a mulai menuai hasil. Dimulai dari keberhasilanku menjadi juara kelas dari semenjak aku duduk dibangku SMA hingga aku menyelesaikan sekolahku. Aku tercatat sebagai salah satu siswa yang dapat mempertahankan juara kelas selama enam semester berturut-turut. Sungguh raihan yang cukup membanggakan bagiku dan tentunya orang tuaku. Di ajang perlombaan, aku pernah beberapa kali mengikuti pertandingan. Di tingkat sekolah, aku pernah menjadi bagian dari tim perwakilan kelas dalam mengikuti Lomba Cerdas Tangkas ( LCT). Saat itu, aku dan dua orang temanku berhasil membawa kelas kami keluar sebagai juara pertama. Hal yang cukup menggembirakan dapat menjadi yang terbaik dengan mengungguli sembilan kelas lainnya. Di ajang luar sekolah, aku pernah mengikuti OSN dan LCC tingkat Kabupaten. Namun sayang, keduanya berakhir dengan kegagalan.

            Aku berfikir bahwa dua ajang yang telah aku sia-siakan itu merupakan ajang terakhirku untuk bisa meraih prestasi di luar sekolah. Tapi, kesempatan itu datang kembali. Kali ini, aku bertekad tidak ingin mengulangi kesalahan dan kekalahan lagi. Aku ingin membuktikan peringkatku dan seakan ingin membuktikan bahwa aku tidak hanya mampu berjaya di sekolah, namun juga dapat dikenal karena prestasinya di luar sekolah.

            Aku kembali ikut dalam ajang Lomba Resume Buku. Pada saat itu, aku sedang duduk di kelas dua belas, tingkatan dimana semestinya siswa sudah tidak diproyeksikan lagi untuk mengikuti perlombaan di luar sekolah karena sudah harus fokus dalam memikirkan ujian-ujian. Tetapi, aku tidak mau gagal begitu saja. Hal ini aku lakukan demi mewujudkan tekad awalku dulu ketika akan masuk ke SMA, dan karena keinginanku untuk setidaknya dapat memberikan sumbangsih suatu raihan prestasi untuk dapat mengisi lemari trofi sekolahku.

            Upaya itu pun membuahkan hasil, aku berhasil keluar sebagai juara Pertama dalam ajang Lomba Resume Buku se-Kabupaten Asahan. Bangga rasanya jika suatu saat nanti kembali berkunjung ke SMA dan melihat kenangan-kenangan serta prestasi yang pernah aku torehkan untuk sekolahku. Apalagi ketika melihat ukiran namaku yang melekat di trofi yang pernah aku dapatkan dahulu.

Setelah menyelesaikan statusku sebagai siswa, aku berniat melanjutkan studiku ke tingkat selanjutnya menjadi mahasiswa. Dapat belajar dan mengenyam pendidikan di perguruan tinggi adalah ambisiku, yang sudah aku tanam sejak masih duduk di bangku SMP. Suatu hal yang sungguh hampir tidak pernah diperbincangkan dalam keluarga. Pasalnya, kedua orang tuaku hanyalah tamatan SD, begitu juga dengan keempat abangku yang juga mengikuti jejak orang tua. Berunding tentang perguruan tinggi atau universitas di keluargaku masih merupakan hal yang tabu.

Keluargaku sempat pesimis dengan keinginanku itu. Hal yang sangat wajar dikarenakan masuk ke perguruan tinggi tidaklah semudah dan semurah dibandingkan saat masuk SD atau SMP. Belum lagi tanggungan untuk adikku yang masih duduk di kelas sebelas SMA. Hal ini pun sempat menggangu semangatku. Hingga pada akhirnya guruku memberikan saran agar aku mengikuti beasiswa BIDIKMISI yang diselenggarakan oleh Dikti. Perjalanan panjang saat mengurus berkas dan administrasi itu sudah aku lalui. Walaupun hingga saat ini, aku masih belum mendapat kepastian sebagai penerima BIDIKMISI. Tetapi hingga hari, setidaknya keluargaku sudah sangat terbantu. Ucapan terima kasihku kepada pihak-pihak yang telah mencanangkan program BIDIKMISI ini.

Dan di hari ini, aku telah berada di tempat yang tepat. Tempat yang juga masih asing bagiku. Namun aku sudah memiliki pengalaman enam tahun lamanya tinggal di ranah orang, sehingga tak sulit bagiku untuk cepat beradaptasi dengan lingkungan dan orang-orang sekitar. Aku melanjutkan studiku di salah satu universitas terbaik yang ada di negeri ini, yakni Universitas Sumatera Utara. Dahulu aku hanya bisa melihatnya dari media massa, tetapi saat ini aku tengah berada di dalamnya. Tempat dimana yang sama sekali tidak pernah aku duga sebelumnya. Maka dari itu, aku menggantungan masa depanku disini, dan mungkin juga masa depan keluargaku.

Pernah terbersit di dalam hatiku, mengapa ada orang yang punya begitu banyak keahlian, semetara aku hanya untuk menguasai suatu keahlian saja belum jua mendapatkan hasil yang memuaskan. Apakah itu semua memang telah ditakdirkan dan digariskan Tuhan kepada tiap-tiap insan?

Dari pengalaman itu, aku mendapatkan pelajaran bahwa kesempatan itu selalu ada. Tuhan selalu memberikan kesempatan kepada setiap makhluknya untuk dapat berkembang. Hanya saja, tergantung individu yang menjalaninya siap atau tidak untuk menerima kesempatan itu. Pasalnya, Tuhan tidak menurunkan keahlian dan bakat . Dan hal itu juga tidak diwariskan dari orang tua. Itu semua adalah hasil pilihan, latihan, dan pengulangan sehingga terbentuklah habits (kebiasaan). Seperti kata Felix Siauw, “ jika ingin memiliki suatu keahlian, maka mulailah dengan berlatih dan mengulangi pilihan-pilihan yang telah dibuat. “. Dan aku bertekad mampu mengulangi raihan prestasi lagi disini, sembari berharap kali ini kegagalan tidak turut mengiringi.

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment