BIARKAN AKU BERMIMPI DAN MENGGAPAINYA

Oleh : Meliana KW Sijabat*

Namaku Meliana. Aku anak pertama dari 3 bersaudara. Kedua adikku tinggal bersama orang tua di Riau. Aku sekarang duduk di bangku perkuliahan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, jurusan Akuntansi, Universitas Sumatera Utara. Perjuangan yang masih amat sangat berat untuk mencapai kesuksesan. Walau hanya melewati satu tangga lagi.

Bukan perjuangan yang mudah untuk sampai di tingkat sekarang ini, melihat kisahku yang harus berpindah-pindah karena krisis moneter 1998-2000 di Batam membuat orangtuaku di PHK. Hingga memaksa aku tinggal bersama nenek di Dolok Sanggul untuk melanjutkan SD kelas 5.  Nenek atau disebut Opung adalah seorang yang bekerja keras dan pantang bermalas-malas. Anak SD disana sudah harus mampu ke sawah. Padahal aku belum terbiasa dengan ini, tempat ini, dan keadaan ini. Dan  yang paling berat aku harus berpisah dengan orangtua. Penderitaan batin pun mulai kurasakan. Tidak ada kasih sayang, yang ada dimarahi, dipukul, dimaki dan hal ini berlanjut sampai aku masuk SMP.

SMP adalah masa dimana seorang anak perempuan ingin dimengerti disebabkan masa pubertasnya. Namun, tidak bagiku. Marah, maki sudah menjadi santapan tiap hari. Aku bingung, ini salah itu salah dan tidak mengerti bagaimana yang seharusnya kuperbuat. Aku kesal dengan semuanya, aku merasa semua orang jahat. Hingga aku menjadi nakal dan menjadi malas pulang ke rumah. Batinku teriris rasanya jika berada di rumah itu. Dan saat aku mengadu ke orang tua, mereka katakan aku yang salah dan cobalah untuk  bekerja dengan bagus. Aku menangis setiap hari karena tidak ada seorangpun yang mengerti aku.

 Dalam kesendirian aku selalu menangis. Siapa yang mengerti aku? Aku kerjakan yang aku bisa, tapi tidak pernah dipuji. Kenapa kesalahan sedikit menjadi pemicu kemarahan? Apa arti kerja keras yang kulakukan? Selalu salah dan tidak pernah benar itulah yang kurasakan.

Aku termasuk anak yang berprestasi di sekolah, mulai dari SD selalu juara, SMP berada di kelas unggulan dan SMA puji Tuhan juara satu. Aku bersyukur karena Tuhan memberikanku kesanggupan untuk mengikuti pelajaran.

Sebenarnya semua itu kulakukan karena mimpiku untuk lepas dari penderitaan ini. aku ingin bebas meraih sukses, dan bebas membuat mereka yang kusayangi merasa bahagia. Mimpi itu yang selalu membayang di pikiranku.

Dan aku sekarang tumbuh menjadi anak yang mandiri, bekerja keras dan optimis. Sebenarnya semua ini ku dapat dari Opung yang setiap hari memotivasiku. Aku tak sadar semua kata-katanya adalah motivasi yang mendorongku. Bukan maki atau hinaan.

Aku tersadar bagaimana Opung yang dulunya ditinggal orang tuanya masih berumur 5 tahun. Harus berjuang mencari makan untuk dirinya serta kedua adiknya, dan dia tinggal bersama Opungnya yang sudah tua. Dia harus berjualan keliling menjajahkan buah atau sayur yang dipanennya dari kebun. Namun sekarang, Anak kecil yang berjuang itu hidup bahagia dan selalu membekali semua keturunannya dengan nasihat “Berjuanglah dan ingat dunia ini kejam, berdoalah.” Seharusnya aku sadar bahwa dunia ini kejam. Hanya orang yang kerja keraslah yang mampu bertahan dari penyeleksian alam. Motivasi yang menyadarkanku. Segeralah bangun dari mimpimu dan wujudkan.

Saat SMA aku berada di Sidempuan bersama paman. Selama SMA aku bekerja keras, dan yang pastinya aku bukan anak nakal lagi. Masa SMA adalah masa dimana aku mulai menemukan diriku yang sebenarnya walaupun tidak sepenuhnya. Tapi yang pastinya bukan seperti anak SMP yang ingin dimengerti ini itu. Semasa SMA aku banyak mengikuti perlombaan seperti olimpiade, debat ilmiah, paduan suara dan basket. Hampir semuanya mendapat juara. Hal ini yang aku dapat dari paman. Paman adalah seorang polisi yang menerapkan disiplin tinggi kepada kami, namun ia sangat pengertian dan menghargai pendidikan sehingga aku diberi kebebasan untuk les.

Saat masa SMA hampir selesai, aku risih ketika ditanya “Kuliah nggak, Mel?”

Besar harapanku untuk kuliah, namun  aku masih mengingat dua adikku yang juga masih sekolah. Apalagi kesehatan bapakku juga sangat menurun karena mengidap penyakit diabetes dan paru-paru.

Aku menangis melihat kenyataan ini. Sebentar lagi SMA selesai lalu kemana? Mungkin sampai sini saja, dan kerja adalah jawabanya. Tidak mungkin aku memaksa diri untuk sok ikut-ikut teman untuk kuliah. Sedangkan mamaku harus mati-matian kerja di kebun. Itu sama dengan melupakan mimpi untuk membahagiakan mereka.

Lamunanku dikejutkan guru komputer yang mengumumkan ada beasiswa BIDIKMISI untuk mahasiswa kurang mampu. Hatiku seakan meneriakkan kata “Ayo Mel, Tuhan berikanmu peluang!” dan saat itu akupun mendaftar dengan semangat dan antusias.

Ya, sebulan lebih menunggu pengumuman hasilnya Puji Tuhan jalan terbuka lebar untukku. Aku masuk USU jurusan Akuntansi, dan yang paling dahsyatnya aku mendapat beasiswa BIDIKMISI. “It’s amazing!” teriakku kepada Mama dan Bapak. Mereka senang sekali sampai ikut lompat-lompat denganku saat melihat pengumumannya.

            Satu pesan bapak yang kuingat saat itu “ Nang, bagus-bagus kuliah ya, jangan ikuti teman-teman yang nggak bagus.”

            Saat pendaftaran mahasiswa baru, aku diantar Mama dan Bapak. Senang rasanya, betapa mereka sangat sayang kepadaku, betapa mereka juga berjuang untukku. Hatiku semakin semangat mengapai cita-cita. Mimpiku untuk mereka, biarkan aku membahagiakan mereka ya Tuhan. Mampukan aku lulus dari universitas dan  bersaing di dunia.

            Awal masuk kuliah, masih terasa sangat asing dengan kebiasaan saat sekolah dulu. Baju bebas, mata kuliah tidak teratur, teman datang dari berbagai penjuru. Aku merasa bak orang asing disini. Namun, untuk mendapatkan teman bukan hal yang sulit bagiku. Karena selama ini hidupku selalu berpindah-pindah.

Satu semester berlalu. Kehidupan anak kos membuatku bosan, timbul keisengan dalam benakku untuk mencari pekerjaan saat libur semester. Aku melamar disalah satu departement store, kebetulan lagi masa bulan Ramadhan sehingga mereka butuh SPG. Sebulan lebih kujalani pekerjaan itu, perasaanku sangat senang. Aku sudah punya pengalaman dan penghasilan sendiri. Namun sayang aku tidak bisa kerja lama karena jadwal kuliah yang bentrok. Dengan berat hati aku berhenti.

Libur semester berikutnya aku juga mencari kerja di salah satu toko olahraga. Kerjanya menyenangkan gajinya menggiurkan. Dengan gaji itu aku membeli obat untuk Bapak serta membelikannya sepatu baru sebagai hadiah ulang tahunnya.

Namun, duka yang kurasakan. Itulah hal terakhir yang mampu aku berikan kepada dia yang membesarkanku. Satu tahun lebih bapak bertahan dalam penderitaannya. Saat aku meminta kepada Tuhan untuk menyembuhkan Bapak, Tuhan berkata lain. Tuhan ingin menyudahi penderitaan yang diderita Bapak. Tanggal 25 Agustus 2014 adalah tanggal dia meninggal yang juga merupakan tanggal kelahirannya. Hadiah terakhirku hanya bisa dilihat tak sempat dipakai.

Menyesal rasanya kenapa aku tidak pulang saja saat libur semester kemarin. Namun apa daya, tuntutan hidup yang mendorongku untuk melakukan ini. Aku kasihan melihat Mama yang berjuang sendiri. Aku tak tega melihatnya kerja sekaligus mengurus bapak di rumah. Minimal aku mampu menafkahi diriku sendiri.

Kehilangan orangtua sangat berat kurasakan. Serasa mimpiku menjadi hambar dan hidupku kacau. Namun, saudara mengingatkanku bahwa Bapak sudah senang di Surga dan ingat ada Mama dan adik-adik yang masih butuh bantuanmu di masa yang akan datang.

Pikiranku terbuka. Dan sekarang aku memberanikan diri unuk merajut kembali mimpiku. Mungkin tidak bapak, tapi ada mama, adik, keluarga yang lain atau mungkin saudara-saudara diluar sana masih butuh aku.

Mimpiku adalah sukses. Sukses bukan hanya materi, namun sukses menjadi pribadi tangguh, sukses menjadi panutan, sukses membangun bangsa dan sukses membahagiakan mereka orang yang kucintai.Tuhan bantu aku bangun dari mimpiku dan mewujudkannya.

Harapanku dengan beasiswa BIDIKMISI ini, mimpiku perlahan menjadi nyata.

Aku bersyukur dan mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, telah memberikanku pelajaran hidup yang sangat amat bermanfaat. Aku menjadi mengerti bahwa aku dapat mengandalkanMu disetiap waktu, di setiap liku hidup yang kulalui.

Terima kasih buat pemerintah yang menyisihkan uang untuk kami yang kurang mampu ini. Kami tidak akan mampu melanjutkan cita-cita kami tanpa bantuan realisasi biaya untuk kami.

Terima kasih buat masyarakat yang telah membayar pajak. Karena kebaikan kalian, kami anak kurang mampu bisa menikmati pendidikan. Terima kasih karena telah membantu kami meniti kesuksesan kami. Semoga kelak kami mampu menjadi anak yang berbakti kepada negara dan mampu memberikan balasan atas semua yang kalian berikan.

Terima kasih keluargaku dan sahabatku. Karena kalian memberikan hidupku berarti.

Tidak ada yang tidak mungkin jika kita berusaha dan juga jangan lupa berdoa. Dan ingatlah sukses adalah milik mereka yang ingin berjuang. Semoga mimpi-mimpi indah yang kita rajut mampu menjadi nyata dan membuat semua orang bahagia.

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment