Diatas kursi roda,
Aku hanya terdiam, menyepi,
Menjadi anak yang berbeda,
Yang harus merasakan pahitnya kehidupan,
Ditengah bahagianya semesta,
Umpama menyicipi kopi,
Pahitnya sungguh terasa.
.
Di dalam lorong gelap,
Aku mendengar kata sabursa disorakkan,
Tanda dimulainya sebuah permainan,
Yang sepertinya sangat seru dan membahagiakan,
.
Tidak beruntungnya aku,
Karena tidak bisa menyaksikan,
Aku selalu jadi bahan tertawaan,
Huhuhu….
Rasanya hati teriris,
Namun aku harus keliatan tegar,
Walau mungkin pada akhirnya aku patah,
Pada peperangan rasa dalam diriku sendiri.
.
Saat aku mengutarakan isi dari relung hati,
Ya, aku ingin ikut bermain bersama kalian,
Aku ingin seru-seruan dan tertawa bahagia,
Ya, tentunya bersama kalian yang sudah kuanggap sebagai teman baik,
.
Namun,
Aku tau, aku ini tidaklah mudah,
Aku bukan manusia yang sempurna,
.
Namun aku yakin,
Semua rasa yang telah membuatku patah,
Tidak akan menjadi hambatan,
Untuk melakukan apa pun yang ku inginkan,
Yang kuimpikan,
Yang kucita-citakan,
.
Izinkan aku membuktikan kepada semesta,
Bahwa aku bisa menggapainya,
Bismillah,
Semoga hari esok lebih baik.
.
“Dalam hatiku,
Bersorak gembira kata sabursa,
Yang terucap dengan bahasa isyarat,
Untuk memulai mimpi mimpi yang mengudara,
.
Pada akhirnya,
Aku, mimpi, doa, dan usaha,
Akan tetap melaju.
.
.
Cipt : Ridho Aukhan
Editor : Zubeir Rangkuti
Puisi || Aku, Mimpi, dan Ketidaksempurnaan
