SI PENJELAJAH NUSANTARA BERPRESTASI

Oleh : Arung Buana*

Serasa mustahil dan tak percaya ketika namaku dinyatakan diterima di universitas yang menjadi kebanggan masyarakat Sumatera Utara, universitas yang sangat aku idam-idamkan, bahkan tak pernah membayangkan bisa masuk ke universitas bergengsi ini. Ya, Universitas Sumatera Utara (USU) merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Sang Pencipta kepadaku. Kebahagiaan yang tak bisa diapresiasi lewat kata-kata.

***

            Waktu yang kutunggu-tunggu tiba, kuliah dimulai, namun kuliah tak seindah yang kubayangkan, banyak tugas-tugas bahkan jika bisa tidur malam saja sudah syukur. Maklumlah, tugas-tugas di Fakultas Pertanian sudah mendarah daging terutama karena tugas praktikumnya. Saat-saat ujian akhir semester (UAS) berakhir, aku harap cemas dengan nilai yang akan aku raih, karena tujuan awalku yang ingin lulus 3.5 tahun dengan IPK cumlaude. Alhamdulillah meskipun IP ku belum mencapai 3.5, namun lumayan tinggi dan tidak terlalu jauh dari ekspektasi. Meskipun ada kekesalan juga karena target belum tercapai.

            Di awal semester dua, orang tuaku kesulitan membayar uang kuliah yang saat itu berjumlah 1.7 juta, angka yang cukup tinggi untuk orang yang berekonomi seperti kami. Karena beban yang ditanggung ada lima orang dan pekerjaan yang juga tidak tetap. Hal ini membuatku harus mencari beasiswa agar dapat meringankan beban mereka, meskipun sebelumnya aku gagal mendapatkan beasiswa Eka Tjipta Foundation yang pertama kali aku ikuti, namun dari kegagalan ini, aku berusaha dan mencari banyak referensi dari buku, internet, dan orang yang telah mendapatkan beasiswa. Untungnya di awal semester 2 ini, banyak tawaran beasiswa baik internal maupun eksternal kampus. Saat itu aku mencoba mengikuti 4 beasiswa sekaligus secara bertahap ada juga yang paralel, keempat beasiswa itu adalah Yayasan Salim, Tanoto Foundation, Program Pembinaan Sumberdaya Manusia Strategis Nurul Fikri (PPSDMS-NF) dan yang terakhir adalah BIDIKMISI pengganti. Alhamdulillah setelah melewati proses panjang untuk seleksi, satu persatu diumumkan dan Alhamdulillah pula aku lulus di semua beasiswa yang aku coba. Hidup adalah pilihan dan aku lebih memilih BIDIKMISI untuk internal kampus yang akan membiayai uang kuliahku sampai 8 semester dengan uang saku (biaya hidup) sebesar 3.6 juta per semester.

             Hari-hari berjalan biasa, hanya disibukkan dengan jurnal yang hampir menyita waktu 24 jam, tak ada pengembangan diri, bahkan potensiku mulai membeku, akhirnya aku coba out of the box, dan merubah mindset, membaca artikel tentang makna mahasiswa  sesungguhnya, mencari tahu tentang kebiasaan yang dilakukan mahasiswa di lingkungan kampus unggulan, merubah cara belajar, dan mengikuti beberapa organisasi secara serius yakni BKM Al-Mukhlisin FP USU, Forum Mahasiswa Ilmuan Pertanian (Formiltan), Ikatan Mahasiswa Muslim Pertanian Indonesia, PEMA FP USU, dan Go Pangan Lokal Medan. Aku juga mengajar di bimbingan belajar khususnya di bidang biologi SMA, serta mengikuti berbagai lomba terutama di bidang menulis sembari melakukan riset-riset kecil dan membaca berbagai literatur, tak lupa juga belajar Bahasa Inggris.

            Hal yang membuatku menggebu-gebu akibat mendengarkan perkataan dari seseorang yang aku kagumi, beliau berkata, “Ada sekitar 7 miliar orang di dunia ini, dan jika kalian ingin sukses, keluar dari zona nyaman, berusaha lebih giat dari orang lain, tidur lebih larut dari orang lain, bangun lebih awal dari orang  lain, bekerja lebih keras dari yang lain, dan beribadah dengan taat”. Hal itu membuat jantungku berdegup kencang, tubuh serasa berapi-api dengan darah yang mulai mendidih, ingin segera bertindak untuk meraih kesuksesan dan siap menghadapi proses sulit itu.

            Berbagai lomba penulisan coba kuikuti. Entah mengapa nuraniku menyuruh untuk menulis, mungkin karena bakat saat kecil dan terpendamku. Saat SD aku pernah juara 3 lomba cipta dan baca puisi, mendapat nilai praktik di ujian akhir sekolah yang pada saat itu mendapat predikat tertinggi dengan nilai nyaris sempurna, yaitu 9.50 dari rata-rata 7. Tak butuh waktu lama aku mulai menulis esai dan mengirimkannya sebagai esai peserta, namun aku gagal. Kucoba di event yang berbeda namun gagal juga. Hingga akhirnya di esai yang ke-7 aku berhasil menjadi juara 1, meskipun dalam skup universitas, aku tetap bersyukur.

            Kecintaanku semakin menjadi-jadi dengan segala hal yang berbau menulis. Hingga akhirnya, aku coba ikut lomba karya tulis ilmiah, atau yang disingkat LKTI dewasa ini. Sama seperti esai, aku gagal namun hanya 3 kali dan langsung menjadi juara 2 tingkat universitas.  Dengan berusaha sekuat tenaga akhirnya untuk pertama kalinya aku dinyatakan sebagai finalis dan diundang untuk mempresentasikan karya tulisku di Universitas Negeri Semarang, namun sayang aku gagal.

            Kembali berbagai lomba menulis aku ikuti, dan alhamdulillah aku berhasil lagi untuk menjadi finalis dalam lomba artikel ilmiah tingkat nasional di Universitas Negeri Medan (Unimed) Aku persiapkan diri sebaik mungkin, meskipun aku kalah lagi.  Lagi, aku coba ikuti  karya tulis ilmiah ekonomi Islam di tingkat Provinsi bagian Sumatera Utara, dan kembali gagal. Aku terus mencoba di event-event lain, namun tetap semuanya gagal dan semuanya hanya sampai finalis. Sampai suatu saat aku beranikan diri untuk ikut lomba internasional, dan kembali terpilih sebagai finalis serta diundang mempresentasikan karya, meskipun  acara ini diadakan di Padang tepatnya di Universitas Negeri Padang, namun bertaraf Internasional yang diikuti oleh berbagai negara. Ya, aku gagal lagi.

            Berhenti? tentu tidak, aku takut itu adalah tangga ke 99 dari 100 tangga. Kegagalan-kegagalan yang aku dapatkan merupakan sebuah nilai plus, aku paham dimana sebenarnya kesalahanku, apa-apa yang perlu diperhatikan dalam menulis dan presentasi, serta apa ide atau gagasan yang akan diusung untuk menjadi judul dan materi yang baik. Selain itu, aku juga telah mempunyai teman hampir di seluruh Indonesia. Sampai suatu saat aku mengikuti lomba yang diperuntukan untuk seluruh pemuda di Indonesia, event ini bernama Indonesian Culture and Nationalism (ICN) 2015, dan harus mengirimkan tulisan yang berupa project social, serta curiculum vitae dan beberapa pertanyaan mengenai masa depan serta apa konstribusi untuk masyarakat dan apakah dapat menginspirasi orang lain. Lama menunggu dan pengumuman tiba, tak terlalu berharap, kalau gagal ya tidak masalah, mungkin sudah resisten akibat sering kalah. Namun sontak jantungku berhenti, seakan tidak mendengarkan apa pun selain mata yang tertuju pada layar monitor, terpampang bahwa namaku berada tepat pada tulisan “Delegasi Provinsi Sumatera Utara”, sebagai “Proyek Sosial Terbaik” di Provinsi Sumut. Tak menyangka, kembali aku harus berkeliling Indonesia memijaki pulau Jawa untuk kesekian kalinya. Aku diundang dengan biaya ditanggung dan penginapan di Hotel berbintang 5 yang terletak di Tangerang  untuk menghadiri konferensi nasional dan presentasi, oleh masing-masing 1 delegasi disetiap provinsi.

Berikutnya adalah menjadi finalis, kali ini bukan di bidang penulisan namun di bidang teknologi. Aku diundang kembali untuk mempresentasikan karyaku, di Universitas Jambi. Seperti biasa, aku berangkat dengan dibiayai Universitas, Fakultas, Jurusan dan beberapa dosen yang aku berikan proposal. Sama seperti di event-event sebelumnya, aku juga pergi dengan timku, dengan berbekal pengalaman yang kami miliki, kami tidak terlalu canggung untuk presentasi, bahkan enjoy dan rileks. Selain itu, teknologi kami juga sangat bermanfaat bagi masyarakat, meskipun sangat sederhana. Seperti dugaan, kami berhasil menjadi Juara Favorit dan mengibarkan panji almamater USU di ajang Cipta Teknologi Tepat Guna tingkat Nasional.

Tidak cepat puas, aku terus belajar dan bersaing, sampai pada akhirnya tibalah masa akan diadakan pemilihan Mahasiswa Berprestasi di setiap Fakultas.  Harapanku tidak begitu tinggi, namun tak menyangkal menginginkannya. Aku mendaftarkan diri, dan langsung mempersiapkan segala sesuatunya, termasuk bahasa Inggris dan juga karya tulis terbaik. Dalam hal ini aku sedikit beruntung, karena sering ikut karya tulis jadi tidak terlalu sulit membuatnya. Aku berdoa dan berusaha, hingga hari pemilihanpun tiba. Serangkaian proses terlewati dan kembali aku bersyukur atas nikmat yang diberikan bertubi-tubi ini. Aku menjadi Mahasiswa Berprestasi Utama di tingkat Fakultas Pertanian yang terdiri dari kurang lebih 3 ribu mahasiswa. Tak pernah kuduga, kuingat di awal-awal kuliah aku hanya ingin lulus dengan predikat cumlaude dalam waktu 3.5 tahun, itu saja, tidak muluk-muluk. Belum lagi di semester 2 aku telah down dan hampir meninggalkan kampus ini. Namun kini, aku menyandang gelar mahasiswa terbaik di Fakultas Pertanian. Sebuah gelar yang akan aku buat menjadi sebuah motivasi untuk terus membanggakan Fakultas ini.

Akhir perjalananku berkompetisi di semester ini berakhir di Unversitas Hasanuddin (Unhas) di Kota Makassar, dengan adanya pemilihan Duta Pangan Nusantara, untuk mewakili Provinsi Sumatera Utara dan USU.  Pada saat pertandingan, aku berpakaian dengan menggunkan Almamater USU, sedang peserta lain memakai kebaya dan jas. Entahlah tanpa sadar aku sangat cinta dengan kampus ini. Dari 34 Peserta, aku berhasil lolos di sepuluh besar, namun sayang ketika seleksi untuk mendapatkan 3 nama di final, aku gagal, aku terkejut dengan pertanyaan yang diajukan diluar dugaan dan memang berberda dari sembilan peserta yang tersisa lainnya. Aku gagal! Tak apa, masih ada tahun depan. Aku juga terpilih sebagai kontingen USU dalam MTQ MN XIV di Universitas Indonesia, dalam bidang Lomba Karya Tulis Ilmiah Kandungan Qur’an, Lomba Debat Nasional di Universitas Yogyakarta (UNY)  yang akan bertanding semester berikutnya.

Perjuangan ini serasa terbayar lunas tuntas, pengalaman yang sangat berkesan, bahkan hingga saat ini aku hampir mengelilingi nusantara, dan kota-kota yang telah aku kunjungi yaitu Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok, Semarang, Jambi, Padang, dan Makassar, serta untuk semester berikutnya aku akan mengunjungi Yogyakarta dan kembali ke Depok, yang semuanya berhubungan dengan kegiatan akademik untuk mengharumkan nama USU. Dan suatu saat nanti aku percaya akan menjalajahi dunia. Intinya adalah berani keluar dari zona nyaman, zona yang memang banyak membuat manusia terlena dan akhirnya bermalas-malasan, mungkin bukan berdampak sekarang, tapi ke depannya.

Tantang dirimu, kalau hidup sekedar hidup, babi dihutan juga hidup, kalau kerja sekedar kerja, kera juga bekerja (Buya Hamka).

Sumber : Buku Langkah Tak Beraturan, 2015

Leave a Comment